APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENDAKI GUNUNG

Pendakian gunung merupakan aktivitas yang menyenangkan dan semakin banyak dilakukan oleh seluruh kalangan sejak beberapa tahun belakangan ini. Selain untuk sarana olahraga, aktivitas ini juga bermanfaat untuk media pembelajaran dan pelatihan hingga kegiatan semacam observasi untuk kepentingan penelitian. Namun, sebagai kegiatan yang menyenangkan bukan berarti kegiatan ini tidak memiliki risiko. Menurut berbagai sumber yang menjadi headline di media massa tercatat kejadian kecelakaan sebanyak 11 pendaki di Gunungapi Merapi, 4 di Gunungapi Semeru, 17 tersesat di Gunungapi Kerinci, 11 di Gunungapi Lawu, 3 meninggal di Gunungapi Arjuna, 25 di Gunungapi Wilis, 11 di Gunungapi Slamet, dan sebanyak 33 pendaki mengalami kecelakaan dan meninggal di Gunungapi Merbabu. Terbaru April 2017 lalu terjadi kecelakaan di Dieng dengan jumlah korban hingga belasan orang.

Banyaknya kecelakaan yang terjadi saat pendakian tersebut mendorong mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yang terdiri dari Maulana Azkaa (Pendidikan Geografi), Wahyu Dewi (Pendidikan Geografi), Dita Annisa (Pendidikan Geografi), Ahmad Saifi (Pendidikan IPS) dan Luqman Hakim (Pendidikan Geografi) di bawah bimbingan Dr. Dyah Respasti Suryo Sumunar, M.Si meneliti dan mengidentifikasi kerawanan kecelakaan aktivitas pendakian gunung dan memvisualisasikannya dalam bentuk pemodelan spasial.

“Pemodelan spasial ini merupakan hasil penelitian yang didanai Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Penelitian dilakukan di Gunungapi Merbabu karena gunung ini rata-rata paling banyak dikunjungi, dan sekaligus paling banyak terjadi kecelakaan. Kasus terakhir adalah seorang mahasiswi yang meninggal karena hipotermia” jelas Azkaa

“Pembuatan model spasial ini merupakan hasil integrasi antara kegiatan survei terestrial di lapangan dan teknologi sistem informasi geografi (SIG) dengan memanfaatkan citra satelit dan digital elevation model (DEM) sehingga dapat memvisualisasikan hasil analisis dengan tampilan 3 dimensi” ungkap Dita.

Azkaa melanjutkan, berdasarkan proyek ini, setidaknya ada segitiga perspektif geografi yang menjadi faktor kecelakaan gunung, yaitu geomorfologis, klimatis, dan biogeografis. Faktor geomorfologis membahas kecelakaan dengan mengkaitankan antara aspek kemiringan lereng, hadap lereng, jurang tepi, dan kondisi medan berdasarkan material penyusun. Sedangkan, klimatis bersumber dari kondisi suhu, kelembaban, dan kecepatan angin di lapangan, tentu akan sangat berbeda suhu dan tekanan di kaki gunung dengan puncak pegunungan. Selain itu, faktor klimatologis ini berkaitan pula dengan faktor biogeografis, yaitu kondisi vegetasi yang dijumpai di lapangan. Kondisi vegetasi dengan tinggi pohon rata-rata pendek akan memiliki risiko tersambar petir dan paparan angin.

Kondisi geomorfologis terkait dengan kemiringan lereng dan jurang tepi, hadap lereng, dan kondisi medan. Beberapa aspek tersebut akan menyebabkan kecelakaan seperti terkilir di lapangan, bahkan terperosok ke dalam jurang, selain itu biasanya terhantam batu yang berasal dari kondisi medan yang memiliki struktur material batuan yang lepas-lepas.Kondisi klimatologis yang patut menjadi perhatian seperti suhu udara dan tekanan udara yang sangat berbeda dengan di daerah dataran rendah. Kelembaban udara juga disebabkan suhu di pegunungan yang dingin dan juga banyak mengandung air. Serta kecepatan angin yang berhembus dapat menyebabkan keseimbangan tubuh ketika mendaki terganggu. Keadaan vegetasi di lapangan juga dapat memengaruhi kenyamanan dan keamanan ketika pendakian. Lokasi dengan vegetasi rendah cenderung dapat menyebabkan kecelakaan seperti tersambar petir dan sengatan sinar matahari yang berlebihan. Vegetasi dengan ketinggian tinggi dirasa lebih aman dari sambaran petir dan juga sengatan matahari.

“Saat ini hasil dari penelitian ini adalah sebuah piloting atau rintisan yang konsepnya sudah disusun dalam sebuah buku panduan dan sedang dalam proses penerbitan hak cipta. Kami ingin mencoba mengembangkan hasil tersebut menjadi suatu aplikasi yang dapat digunakan dan menjadi penduan untuk masyarakat yang ingin mendaki gunung, khususnya di Gunungapi Merbabu dengan menyajikan informasi profil, geomorfologi, klimatologi, dan biogeografis. Selain itu dapat ditambahkan informasi kontak basecamp, transportasi, dan buku panduan sebagai tindak lanjut di proyek penelitian yang akan datang”, tambah Saifi. (Azkaa/Eko)