BETWEEN TWO GATES, KONSEP HIDUP RUKUN DALAM PEMUKIMAN JAWA

Konsep hidup rukun dan damai di masyarakat Indonesia telah diajarkan secara turun temurun. Salah satu konsep hidup rukun ini terdapat dalam budaya Jawa. Dalam masyarakat Jawa, nilai nilai kerukunan telah terintegrasi ke dalam berbagai sendi sendi kehidupan misalnya dalam tata ruang atau bentuk pemukiman. Salah satu masyarakat yang masih melestarikan bentuk pemukiman Jawa tradisional tersebut adalah masyarakat yang tinggal di kampung Between Two Gates, Desa Alun-alun, Purbayan, Kotagede Yogyakarta. Konsep hidup rukun tersebut diteliti oleh Mahasiswa FIS UNY yang terdiri dari Yoland Fajar Al Kautsar (Pendidikan IPS), Afrian Dwi Yunitasari (Ilmu Sejarah), dan Yasinta  Wulandari (Pendidikan IPS) sebagai bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Yoland menuturkan bahwa Between Two Gatesmerupakan bentuk sistem tata lingkungan kampung di Kotagede, khususnya di Kampung Alun-alun Kotagede Yogyakarta. Satuan lingkungan tersebut terbentuk dari sejumlah rumah joglo terdiri dari dalem dan pendhapa yang berjajar dalam satu deret. Between Two Gates bukan semata bentukan fisik, tapi merupakan lingkungan yang tumbuh bersama tradisi waris dan kekerabatan di antara warganya. Between Two Gates memang merupakan salah satu bentuk permukiman yang secara khas menjadi salah satu kasanah permukiman di Kotagede. Penelitian yang dilakukan Tim PKM FIS tersebut bertujuan menggali makna arsitektur rumah adat Jawa dikampung Between Two Gates, yang didalamnya terdapat jalan rukunan.

Lanjut Yoland, peran Between Two Gates untuk menciptakan kerukunan dalam kehidupan masyarakat adalah dengan membuka akses berinteraksi yaitu Jalan Rukunan. Manusia merupakan makhluk sosial, begitu pula warga yang tinggal di Between Two Gates. Mereka sadar bahwa mereka merupakan bagian dari masyarakat, sehingga untuk mengerti satu sama lain, mereka berusaha untuk srawung atau membaur dengan masyarakat. Adanya jalan rukunan, warga yang tinggal didaerah tersebut menjadi lebih rukun karena sering berinteraksi. Berbeda keadaannya jika diantara rumah warga tersebut dibangun pagar tembok yang tinggi, maka warga akan kesulitan untuk mengakses jalan dan berinteraksi satu sama lain. Namun pada dasarnya memang orang Jawa lebih memilih untuk dapat membaur dengan masyarakat.

“Secara psikologi, peran Jalan Rukunan juga membentuk karakter orang yang mengakses jalan tersebut. Warga yang mengakses jalan rukunan sadar bahwa jalan tersebut bukanlah jalan umum, sehingga lebih menghargai pada pemiliknya. Perasaan menghargai tersebut diwujudkan dengan saling menyapa ketika melewati Jalan Rukunan. Orang Jawa biasanya akan menyapa tetangganya dengan mengucapkan nderek langkung atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai kata permisi” jelas mahasiswa IPS tersebut.

Jalan Rukunan memiliki pengaruh yang besar untuk membentuk kehidupan rukun masyarakat di Between Two Gates. Meskipun demikian, bukan berarti dalam Between Two Gates tidak terjadi konflik antar warga masyarakat. Konflik antar warga masyarakat pasti dapat terjadi, begitupula di Between Two Gates. Untuk mencegah konflik berkepanjangan, warga segera mengadakan pertemuan untuk memecahkan masalah yang terjadi. “Konsep hidup rukun yang ada di Between Two Gates diharapkan dapat diterapkan di tempat lain diseluruh Indonesia untuk membina kerukunan.”imbuhnya (Eko)