Dari PRT ke Doktor Kebijakan Publik

Selesai studi Strata Tiga (S3) bagi kebanyakan orang mungkin sesuatu yang biasa, tetapi bagi saya yang menjalani kuliah S1 dengan penuh nestapa dan air mata karena sambil menjadi pesuruh rumah tangga (PRT) pada keluarga RM Sobari di Samirono selama 5,5 tahun, capaian posisi saya saat ini sudah amat sangat saya syukuri.

Demikian kalimat yang didedahkan oleh Suharno dalam paragraf pertama Kata Pengantar Ringkasan Disertasi dalam ujian terbuka promosi doktor Fisipol UGM. Kalimat yang menginspirasi tersebut dibacakan dan dikonfirmasi oleh Prof Dr Muhajir Darwin, salah satu penguji disertasi bapak lima putri tersebut.

Sejak sebelum menginjakkan kaki di Yogyakarta Suharno menyadari, kesulitan hidup merupakan jalan berliku menuju kesuksesan yang diimpikan. Karena itu meski tidak ada jaminan akomodasi dan kepastian biaya kuliah Suharno tetap bertekad menempuh S1 di IKIP Yogyakarta (kini Universitas Negeri Yogyakarta). Kehidupan yang tidak mudah dijalaninya selama hampir enam tahun dari 1988 hingga 1994.

Program Sarjana di Jurusan Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan dan Hukum (dulu PPKn) dijalaninya dengan tekun sembari menjadi pembantu. Selain bergelut dengan tugas-tugas akademik perkuliahan, pria kelahiran Salatiga ini mengurus ayam-ayam piaraan keluarga Sobari dan beberapa pekerjaan rumah tangga lainnya.

Kesibukan tersebut tidak menghalanginya untuk berorganisasi. Aktivitas keorganisasian, antara lain, di Senat Mahasiswa, organisasi kerohanian Ar-Rahman, dan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dilakoninya dilakoninya di sela-sela waktunya antara kuliah dan jadi pesuruh. Pengalaman berorganisasi tersebut banyak menggembleng kepribadian dan karakter kepemimpinan suami Sri Sajidah ini. Kehidupan yang tidak mudah

Menjadi dosen sejak 2000, setelah menjadi asisten dosen selama hampir enam tahun, mengantarnya pada berbagai peluang untuk mengembangkan diri. Diantaranya interaksi dengan banyak akademisi dan kesempatan untuk membimbing mahasiswa dari berbagai latar belakang. Profesi sebagai dosen juga mengharuskannya untuk melanjutkan studi S2 dan mendorongnya untuk mengambil S3. Profesi sebagai dosen juga memungkinkannya menduduki jabatan struktural di kampus.

Pengalaman bergelut dalam organisasi kemahasiswaan sejak menjadi mahasiswa di antara modal penting yang mengantarnya menjadi Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi untuk periode 2007-2011. Waktu menjabat Suharno merupakan Pembantu Dekan termuda di UNY. Demi menghormati regulasi yang melarang dosen menjabat sekaligus melaksanakan tugas studi, pengajar sosiologi politik dan kebijakan publik ini pun mengundurkan diri pada 2009. Hikmahnya, pria berpenampilan sederhana ini bisa fokus pada Studi S3-nya.

Pada 14 April 2011 yang lalu, Suharno dikukuhkan sebagai Doktor pada Program Studi Administrasi Negara UGM di hadapan dewan penguji yang terdiri dari Dekan Fisipol, Prof. Dr. Warsito Utomo (Promotor), Dr. Samodra Wibawa (Co-Promotor), Prof. Dr. PM. Laksono, MA.,  Dr. Nanang Pamuji Mugasejati, MA., Dr. Phil. Gabriel Lele, M.Si., Prof. Dr. Purwo Santoso, MA. dan Prof. Dr. Muhadjir Darwin.

Suharno menjadi Doktor di bidang kajian kebijakan publik dengan menghadirkan kajian tentang “Politik Rekognisi dalam Peraturan Daerah tentang Penyelesaian Konflik di dalam Masyarakat Multikultural”. Dosen Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum UNY ini tercatat sebagai doktor ke-1361 alumni Fisipol UGM, ke-16 FISE UNY, dan ke-4 di jurusannya.

“Mengoptimalkan usaha, doa dan tawakkal selama proses, serta ikhlas dan syukur atas hasil yang diberikan Tuhan merupakan kunci penting menjalani hidup,” tegas Suharno saat ditanya tentang resep menjalani hidup untuk mencapai sukses. (Halili)