EMANSIPASI MELALUI SOMAY

Sila-sila Pancasila yang menjunjung tinggi hak asasi manusia belum cukup diresapi dan diimplementasikan secara optimal oleh masyarakat. Fenomena yang jelas terlihat adalah maraknya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, mulai dari kekerasan fisik; psikologis; hingga kekerasan seksual. Selain itu, pelabelan bahwa derajat perempuan lebih rendah diabandingkan laki-laki juga masih menjadi persoalan yang semakin memperburuk citra perempuan di mata masyarakat. Kondisi ini menginspirasi Nurul Asfiani mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) untuk menulis essay berjudul “SOMAY (Short Movie of an Equality) Menciptakan Kesetaraan Gender dan Keadilan bagi Perempuan Melalui Film Pendek”. Karya Nurul tersebut dipresentasikan dalam lomba essay PEKAN HAM yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum, FIS UNY belum lama ini. Melalui karyanya Nurul berhasil mendapatkan juara II dalam ajang tersebut.

“Anggapan bahwa jenis kelamin tertentu membutuhkan perlakuan lebih dibandingkan dengan jenis kelamin yang lain hanya akan menjadi supremasi bagi laki-laki. Hal ini sama dengan anggapan bahwa ras kulit putih lebih unggul dibandingkan dengan ras kulit hitam. Ketika kaum perempuan mencoba untuk mengubah pola lama dan berusaha membuat ruang gerak yang lebih luas, bukan mendapat dukungan, tetapi justru mereka mendapatkan penghakiman atau dianggap tidak feminim. Oleh karena itu, perlu pembenahan dan perubahan perspektif dari masyarakat kepada kaum perempuan” jelas Nurul.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk emansipasi wanita menurut Nurul adalah dengan pembuatan SOMAY yakni film pendek yang menekankan pada kesetaraan gender dan keadilan pada perempuan. Film dipilih karena memiliki efek untuk mempengaruhi pikiran, sikap, dan tindakan manusia. Dengan menayangkan film tentang kesetaraan dan keadilan secara berulang-ulang, maka secara tidak langsung masyarakat akan mendapat terpaan tentang pentingnya kesetaraan dan keadilan bagi kaum perempuan. Terpaan tersebut pada akhirnya diresapi dan membentuk perspektif baru yang tertanam dalam masyarakat bahwa perempuan hakikatnya setara dengan laki-laki.

“Perubahan pola pikir masyarakat ini tentu membutuhkan waktu dan proses yang tidak singkat. Namun demikian, dengan dibuatnya regulasi tegas tentang larangan diskriminasi gender dan dilakukan penayangan SOMAY secara berkala maka sterotype yang menyatakan bahwa perempuan adalah kaum marginal akan terhapus. Perempuan memiliki hak, peluang, dan kemampuan yang sama dengan laki-laki. Oleh karena itu, SOMAY sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai solusi untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender bagi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat” pungkasnya (Eko)