FAHRI HAMZAH:

Berbicara tentang gerakan mahasiswa, maka banyak hal menarik yang perlu dikaji. Salah satu hal yang menarik itu adalah ketika kita mendapati bahwa gerakan mahasiswa tidak lagi mempesona seperti dahulu. Sebuah gerakan yang begitu “gagahnya” menumbangkan rezim angkuh Soekarno, ataupun ketika memaksa turun Soeharto dari prabonnya. Namun, saat ini terdapat pandangan bahwa gerakan mahasiswa tidak lebih dari produsen kekuasaan yang mulai “mlempem”. Alasan-alasan tersebut menjadi bekal dua mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yaitu Azwan Nurkholis (Pendidikan Sejarah’07) dan Siti Khanifah (PKnH’07) untuk melakukan pengkajian lebih mendalam dengan bertemu beberapa tokoh gerakan mahasiswa angkatan ’98 dan tokoh gerakan pasca reformasi, diantara tokoh yang akan ditemui yaitu Amien Rais, Fahri Hamzah, Budiman Sujatmiko. Azwan Nurkholis dan Siti Khanifah mendapat kesempatan berdialog dengan Fahri Hamzah mantan Ketua KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang saat ini duduk sebagai Anggota DPR RI Komisi IV di Gedung Nusantara I, Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (5/3) lalu. Dalam pertemuan singkat yang kurang lebih 1 jam tersebut mencoba mengevaluasi gerakan mahasiswa saat ini dari sudut pandang aktivis gerakan ’98.
Menurut Fahri Hamzah ada beberapa hal yang menjadi titik poin “mandegnya” gerakan mahasiswa, baik gerakan intra kampus (BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa), DPM (Dewan Perwakilan Mahasiswa), HIMA (Himpunan Mahasiswa)), ataupun gerakan ekstrak kampus seperti KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), IMM (Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah), GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia), dll. Jika dilihat dari sisi mahasiswanya, bahwa mahasiswa sebagai masyarakat politik belum independent. Makna independent di sini adalah gerakan mahasiswa masih belum mandiri secara finansial, karena mahasiswa untuk biaya kuliah dan sehari-hari banyak yang masih tergantung oleh orang tua. Meskipun, secara politik sebagai kelas menengah mahasiswa memiliki kemampuan dan bekal ideologi. Selain itu, tokoh gerakan mahasiswa adalah seorang mahasiswa yang memiliki keterbatasan waktu sebagai mahasiswa.
Sedangkan jika dlihat dari pola gerakannya, Fahri Hamzah menjelaskan bahwa pola gerakan harusnya mengalami perubahan. “Sudah tidak relevan lagi gerakan mahasiswa saat ini jika masih konsentrasi dengan gerakan politik, gerakan mahasiswa saat ini harusnya kembali pada gerakan akademik” ujar Fahri Hamzah di kantornya. Fahri Hamzah juga mengkritik bahwa gerakan mahasiswa lebih banyak gerak basis momentum dan lebih bersifat temporal, serta keterbatasan narasi. Selain itu, gerakan mahasiswa juga banyak terpengaruh oleh news dari pada ideologi. Diakui ataupun tidak memang demikian adanya, gerakan mahasiswa saat ini bergerak karena terpengaruh oleh media, sehingga gerakan yang temporal tersebutpun minim ideologi. Hal ini menyebabkan aksi protes yag dilakukan oleh gerakan mahasiswa kurang mengena dan juga kurang “berat”, serta kurang berefek.
Menanggapi pecahnya gerakan mahasiswa dan saling tudingnya gerakan mahasiswa “ditunggangi” partai politik (parpol) dalam hal ini adalah KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) yang dituding ditunggangi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Fahri Hamzah menyatakan bahwa afiliasi ideologi bisa saja terjadi, namun bukan afiliasi politik, selain itu bisa juga karena kesamaan isu. “saat ini tidak ada yang berani terang-terangan membela liberal, ataupun sosialis. Namun, yang membawa ideologi Islam, ataupun Nasionalis-Islam banyak. Dalam hal inilah ideologi KAMMI dan PKS bertemu” Diakhir wawancara, Fahri Hamzah menegaskan bahwa perlu adanya konsolidasi narasi antar gerakan mahasiswa baik itu gerakan intra kampus maupun gerakan ekstra kampus, sehingga terbentuk dinamika gerakan mahasiswa yang menyehatkan. Fahri Hamzah adalah salah satu tokoh yang ditemui dari beberapa tokoh aktivis gerakan pada zamannya, tokoh dari pemerintah, ataupun masyarakat umum dalam pencarian data dan fakta yang pada akhirnya data dan fakta tersebut diolah dan dikaji secara kritis, yang kemudian disajikan dalam bentuk buku dengan judul “Gerakan Mahasiswa Abad 21 Menjawab Tantangan Zaman; Sebuah Kajian Kritis”. Sebuah buku karya Azakha yang diharapkan mampu memberikan kontribusi ditengah arus gerakan mahasiswa yang semakin tidak terarah. (Azwan)