FIS HADIRKAN DOSEN FILIPINA DALAM STUDIUM GENERALE

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) gelar studium generale dengan tema “Joze Rizal and the Indiginization in the Plilippines” di Ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY pada hari Kamis (12/7/2018). Kegiatan tersebut dihadiri olen Kajur/Kaprodi, dosen dan mahasiswa di lingkungan FIS UNY. Dalam Studium generale, FIS menghadirkan Prof. Paul A. Dumol, Ph.D dan Juan O. Mesquida, Ph.D dari the University of Asia and the Pacific, Filipina. Kepala U2IK (Unit Urusan Internasional dan Kerjasama) FIS UNY, Utami Dewi, M.PP mengatakan bahwa studium generale ini  merupakan tindak lanjut dari jalinan kerjasama yang telah dirintis oleh FIS UNY beberapa waktu lalu. “Semoga dengan adanya studium generale ini dapat memperdalam keilmuwan tentang indigenisasi. Hal ini relevan dengan visi FIS untuk mengembangkan indigenisasi ilmu sosial” jelas Utami.

Pada kesempatan tersebut, Prof. Paul A. Dumol, Ph.D mengupas tentang novel yang terkenal karya Joze Rizal berjudul Noli Me Tangere dan El Filibusterismo. Kedua novel tersebut menyuarakan kritik tentang penjajahan bangsa Spanyol atas Filipina. “Novel Noli Me Tangere  merupakan dedikasi Rizal untuk Noli. Rizal mengklaim bahwa masyarakat Filipina sedang sakit kanker sosial yang obatnya tidak diketahui. Tujuan Noli adalah untuk menampilkan penyakit tersebut ke publik sehingga dapat mengajak pembaca untuk bersama-sama mengobati penyakit kanker tersebut” kata Dumol dalam presentasinya

“Dalam novel diceritakan bahwa salah satu tokoh, Elías, menemui tokoh utama, bernama Ibarra. Elías, mewakili kaum miskin, menceritakan dua masalah kepada Ibarra yakni penindasan para Saudara dan penindasan dari para penjaga sipil (semacam polisi nasional). Elías meminta Ibarra untuk meminta teman-temannya di Madrid menyampaikan masalah ke pemerintah, sehingga masalah dapat dipecahkan. Ibarra menolak dan mengatakan teman-temannya tidak memiliki pengaruh” imbuh Dumol

Lanjut Dumol, di akhir pertemuannya, Ibarra dan Elías memperdebatkan solusi untuk masalah tersebut. Ibarra yakin bahwa solusinya adalah melalui pendidikan akan tetapi Elías beranggapan pendidikan saja tidak cukup. Selain itu, harus ada kampanye politik untuk hak sipil, sesuatu yang ditolak Ibarra.

“Dalam bab kedua hingga bab terakhir, Ibarra dan Elías bertemu lagi. Kali ini Ibarra, yang dipenjara atas tuduhan palsu memberontak terhadap pemerintah kolonial, telah menjadi seorang penghasut dan sekarang benar-benar mendukung revolusi. Elías menolak solusi Ibarra dan tidak ada yang menang dalam debat ini.” pungkasnya. (Eko)