Imam Mujahidin UNY Raih Gelar Sarjana

“Lurus dan rapatkan shaf. Ujung kaki diatas sajadah, dan bagi yang membawa alat komunikasi, mohon dimatikan. Demi menjaga kekhusyukan sholat.”

Begitulah kalimat yang seringkali di dengar oleh jamaah Masjid Mujahidin UNY ketika hendak melaksanakan sholat berjamaah. Semua jamaah –mulai dari mahasiswa, dosen hingga pejabat kampus- lantas menuruti “perintah” yang datang dari seorang mahasiswa. Tak ada yang mencoba menginterupsi. Tak ada yang menentang. Karena “perintah” itu datang dari sang imam sholat, dan telah sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW. Ya, imam masjid mujahidin UNY  yang baru berusia 24 tahun ini tak lain ialah Romi Kurniawan.

Pemuda asal Lombok ini menempuh studinya di jurusan pendidikan Akuntansi Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta (FISE UNY), dan menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Yogyakarta pada tahun 2006. Romi –begitu panggilannya sehari-hari- secara resmi menjadi imam di masjid Mujahidin UNY pada awal tahun 2010 ini.


Awalnya merasa sungkan
“Awalnya saya tidak bersedia untuk menjadi imam. Bahkan saya merasa sangat sungkan, karena saya menilai masih banyak yang lebih pantas untuk menjadi imam di masjid sebesar ini”, katanya. “Tetapi karena ini sudah diputuskan melalui proses rapat takmir Mujahidin UNY, maka mau tidak mau saya harus mampu mengembannya”, lanjut mantan ketua UKMF Al Ishlah periode 2009 ini. Ia mengakui pula bahwa dalam perjalanannya, Ia seringkali mendapat masukan dan dorongan dari pengurus takmir lainnya, bahkan dari Rektor UNY.

Memang tidak mudah untuk menjadi imam sholat. Di dalam aturan sunnah Rasulullah SAW telah dijelaskan syarat-syarat khusus bagi orang yang berhak untuk menjadi imam sholat. Dan syarat yang terpenting ialah fasih membaca al-Quran sesuai dengan hukum bacaannya. Dan Romi pun mampu membuktikan bahwa dirinya memang pantas dan diterima oleh jamaah UNY.
“Alhamdulillah, sampai saat ini belum ada yang merasa keberatan saya menjadi imam di Mujahidin UNY walaupun masih mahasiswa”, ujarnya.


Raih gelar sarjana
 Romi saat ini telah berhasil menyelesaikan studi S1-nya. Gelar sarjana telah Ia raih pada yudisium periode Februari lalu. Dengan IPK 3,43 dan bekal pengalaman lainnya selama kuliah di UNY, Ia mengaku siap mengabdikan ilmu yang didapatnya di daerah kelahirannya, Lombok. “Setelah selesai kuliah ini, saya berencana untuk pulang dulu ke Lombok dan mencoba mengabdi di sana”, katanya.
Mengomentari wacana pendidikan karakter yang sedang dicanangkan oleh UNY, Ia menganggap bahwa sholat berjamaah sebenarnya turut pula menanamkan karakter. “Dengan sholat berjamaah setiap orang ditanamkan nilai kebersamaan, ukhuwah islamiyah, saling menghormati dan menghargai”, ujar pria kelahiran Mei 1987 ini.

“Sebagai contoh, saat sholat berjamaah, kita dilarang untuk mengganggu jamaah yang lain. Maka sebenarnya hal ini ialah pembiasaan dan penanaman nilai untuk menghargai orang lain”, tambahnya.
Pendidikan karakter memang tidak bisa hanya dilakukan secara teorits semata. Membentuk karakter harus dilakukan secara integral. Melalui lingkungan yang kondusif, pembiasaan hal-hal positif hingga kemampuan mengambil makna dari setiap peristiwa sehari-hari. Romi berharap kelak lulusan UNY mampu benar-benar menjadi mahasiswa yang bernurani, cendekia dan mandiri. Dan dari UNY –termasuk dari masjid Mujahidin UNY- inilah perubahan besar itu dimulai. [triyanto]