KOMIK GENDER BERBASIS APLIKASI ANDROID

Salah satu tantangan sosial di era revolusi industri 4.0 adalah berkaitan dengan kesetaraan untuk semua, tidak terkecuali memunculkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di semua bidang. Dewasa ini posisi dan peran perempuan secara sosial masih dipandang sebelah mata. Beberapa data mengungkapkan bahwa dalam hal pekerjaan, dominasi laki-laki masih begitu besar. Permasalahan tersebut salah satunya disebabkan kurangnya kesadaran gender sejak dini. Beragam cara telah dilakukan, tetapi peningkatan kesadaran gender belum maksimal.

Melihat permasalahan tersebut, dua mahasiswa Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Uiversitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yaitu Khairunnisak dan Riselda Jandi Gunawan merancang aplikasi online berupa komik gender untuk siswa SMA. Menurut penuturan Khairunnisak, pembuatan komik ini dilatarbelakangi karena kegelisahan mereka melihat peserta didik yang belum memahami konsep kesetaraan gender dengan baik. “Selain itu, peserta didik banyak menggunakan smartphone dalam pembelajaran, sehingga terbesit ide kenapa tidak mencoba mengedukasi siswa tentang gender dengan menggunakan aplikasi online” jelas mahasiswa yang akrab disapa Nisa tersebut

Riselda Jandi Gunawan menambahkan, online saja tidak cukup, perlu cara yang menarik untuk mengajarkan kesetaraan gender, dan komik dirasa paling tepat untuk mensosialisasikan kesetaraan gender karena komik memiliki banyak keunggulan. “Selain bergambar, komik juga ringan untuk dibaca sehingga harapannya dapat meningkatkan kesadaran akan gender” imbuh mahasiswa yang sering dipanggil Elda tersebut.

Ide tentang komik gender berbasis aplikasi android ini dipresentasikan dalam lomba paper dan debat di Olimpiade Nasional Sosiologi Antropologi Indonesia di Universitas Hamzanwadi, Selong, Nusa Tenggara Barat baru baru ini. Melalui karya tersebut, Nisa dan Elda berhasil meraih juara 2 dan mendapatkan apresiasi dari peserta lainnya.

“Lomba Paper dan Debat yang diikuti 12 tim finalis terbagi dalam dua babak. Pada babak pertama, setiap tim mempresentasikan papernya dan dipilih empat tim untuk mengikuti babak debat. Pada babak debat tiap tim bertemu dengan tim lainnya dengan sistem gugur” tutur Nisa.

Bagi Nisa dan Elda pencapaian ini merupakan buah dari proses belajar di Pendidikan Sosiologi FIS UNY yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan gagasan dan idenya seluas mungkin. (Eko)