KULIAH UMUM YUDI LATIEF: PERLUNYA KOMITMEN UNTUK SELAMATKAN DAN MAJUKAN BANGSA

“Kita perlu menghayati setiap apa yang kita lakukan misalnya ketika kita menyayikan lagu Indonesia Raya, kita harus menghayati setiap liriknya. Pada lagu Indonesia Raya Stanza 3 disebutkan bahwa Slamatkan Rakyatnya, Slamatkan Puteranya, Pulaunya Lautnya Semuanya, Majulah Negerinya, Majulah Pandunya Untuk Indonesia Raya. Lirik tersebut mengandung makna yang dalam yaitu perlunya komitmen kita bersama untuk memajukan dan menyelamatkan bangsa ini baik menyelamatkan kekayaan alamnya maupun manusianya serta memajukan pendidikannya, infrastrukturnya dan lain sebagainya” Demikian disampaikan oleh Yudi Latief, Ph.D pada kuliah umum yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum (PKnH) Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY)  pada hari Selasa (5/3/2019) di Aula Gedung IsDB FIS lantai 4. Kuliah umum dengan tema “Pancasila dalam Praksis Pendidikan” tersebut di hadiri oleh Dekan, Kajur PKnH, dosen dan mahasiswa PKnH FIS.

Dalam sambutannya, Dekan FIS UNY, Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag mengajak para mahasiswa yang hadir untuk memanfaatkan forum kuliah umum dengan sebaik-baiknya sehingga dapat memperdalam keilmuwan tentang pancasila dalam praksis Pendidikan. “Saya berharap para mahasiswa dapat menggunakan kesempatan ini untuk pengembangan keilmuwan saudara” ajak dekan kepada ratusan mahasiswa yang memadati ruang aula IsDB FIS lantai 4.

Yudi latief yang pernah menjabat sebagai  Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) tersebut juga menyampaikan bahwa persatuan dapat menjadi tolak ukur kemajuan suatu bangsa sehingga diperlukan kesanggupan dan komitmen suluruh elemen bangsa untuk bergerak bersama dalam mempertahankan persatuan. Untuk mewujudkan persatuan bangsa, kepentingan bangsa harus diutamakan daripada kepentingan pribadi maupun golongan.

Jika ditelusuri, lanjut Yudi Latief, 98 % kromosom manusia itu identik dengan mamalia simpanse. Simpanse memiliki karakter yang selfish atau mementingkan kepentingan sendiri. Implikasinya bahwa hidup ditandai dengan persaingan untuk mencapai kepentingan pribadi. Hal ini  banyak kita jumpai dalam kehidupan manusia sehari-hari. Dalam hidup yang penuh persaingan ini, yang menang bukan orang yang kuat akan tetapi orang yang adaptif terhadap perubahan zaman. Sifat manusia yang mementingkan kepentingan pribadi inilah yang menjadi penghambat dalam memajukan bangsa. “Dengan demikian marilah kita tingkatkan persatuan untuk memajukan dan menyelamatkan bangsa ini” ajaknya (Eko)