KURANGI RESIKO BENCANA ERUPSI MERAPI MELALUI PEMODELAN SPASIAL POLA VOLCANIC SPRING BELT

Aktivitas Vulkan Merapi sebagai salah satu vulkan yang paling aktif di dunia menimbulkan potensi bahaya dari waktu ke waktu. Masih adanya potensi bahaya berdampak terhadap timbulnya risiko bencana pada masa mendatang. Untuk mengurangi risiko bencana diperlukan kegiatan pengelolaan bencana yang baik dan berkelanjutan. Salah satu usaha yang dilakukan Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yang terdiri dari Sholu Ratih, Hervina Nur Awanda, dan Anton Cesar Saputra adalah melakukan penelitian guna mengidentifikasi sumberdaya air di lereng Vulkan Merapi. Wilayah Lereng Selatan Vulkan Merapi pada peristiwa erupsi besar tahun 2010 merupakan wilayah yang paling banyak terkena dampak erupsi. Berdasarkan pengalaman tersebut sangat penting bagi wilayah ini untuk memastikan ketersediaan sumberdaya dan infrastruktur pada fase pra bencana.

Ketua tim PKM, Sholu Ratih, menjelaskan bahwa identifikasi potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya pada situasi darurat bencana sangat diperlukan karena dalam situasi darurat bencana masyarakat membutuhkan sumberdaya air dalam jumlah yang besar. Pasokan air seringkali dicukupi dari daerah lain. Pemenuhan sumberdaya air dengan mengandalkan pasokan air dari daerah lain masih menemui banyak kendala. Beberapa kendala tersebut antara lain terbatasnya daerah pemasok air, kurangnya sarana dan prasarana untuk pengiriman air dari suatu daerah ke tempat pengungsian, kondisi cuaca yang tidak stabil akibat bencana erupsi, terbatasnya kuantitas atau debit air yang dikirimkan, serta kualitas air yang kurang baik. “Kondisi ini menunjukkan perlunya optimalisasi potensi sumberdaya geohidrologis yang ada di daerah Gunungapi Merapi untuk mencukupi kebutuhan sumberdaya air bagi masyarakat baik dalam situasi tanggap darurat bencana maupun pasca-erupsi” paparnya.

Melalui penelitian, TIM PKM yang merupakan mahasiswa Jurusan Pendidikan Geografi tersebut  berusaha memberikan solusi dengan menyediakan informasi mengenai pola persebaran sabuk mata air vulkanik (volcanic spring belt), kuantitas, dan kualitas air pada mata air serta menyajikannya dalam bentuk pemodelan spasial khususnya pada wilayah kawasan rawan bencana (KRB) lereng selatan Gunungapi Merapi. Daerah yang dianalisis dibatasi pada kawasan rawan bencana di lereng selatan Gunungapi Merapi yang merupakan wilayah terdampak langsung bencana erupsi tahun 2010.

“Dengan adanya informasi tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mengetahui secara mudah tentang lokasi dan pola persebaran mata air dengan disertai informasi kualitas serta kuantitas air pada setiap mata air yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan dalam pengurangan risiko bencana” jelas Hervina Nur Awanda.

Untuk memperoleh informasi tentang sumberdaya air, lanjut Hervina, TIM PKM FIS melakukan survei lapangan dan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka dan penelusuran dokumen. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan geografi didukung penerapan metode analisis sistem informasi geografis.

Sementara itu, Anton Cesar Saputra mengatakan bahwa dari penelitian yang dilakukan tim PKM FIS dapat diketahui bahwa wilayah Lereng Selatan Gunungapi Merapi banyak terdapat mata air dengan kuantitas dan kualitas yang bervariasi, yang secara umum dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sumberdaya air dalam situasi darurat bencana. Persebaran mata air di daerah rawan bencana berpola mengelompok terkait dengan faktor geomorfologis, sedangkan persebaran permukiman bersifat acak. Pola persebaran mata air dan permukiman tersebut perlu menjadi pertimbangan untuk menentukan system pengaturan mata air dalam mencukupi kebutuhan penduduk, disamping pertimbangan lain yaitu jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kebutuhan air per kapita, dan faktor administratif. “Kesimpulannya, daerah vulkan aktif memiliki potensi mata air yang sangat baik yang dapat dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan sumberdaya dalam situasi darurat bencana. Pengelolaan potensi yang ada dengan baik sangat diperlukan dalam mendukung pengelolaan bencana yang berkelanjutan” imbuhnya (Eko)