MAHASISWA FIS TELITI NILAI-NILAI GOTONG ROYONG PADA HAJATAN PERNIKAHAN

Kemajuan zaman menyebabkan perubahan pada diri individu seperti munculnya sikap individualis dan menghilangkan kebiasaan gotong royong yang ada di masyarakat. Mirisnya kenyataan tersebut berkembang sampai pada kondisi dimana masyarakat banyak yang sibuk dengan urusannya dan enggan melibatkan diri untuk membantu urusan orang lain misalnya membantu dalam penyelenggaraan hajatan pernikahan. Praktek-praktek gotong royong masyarakat Jawa khususnya pada penyelenggaraan hajatan pernikahan mulai berkurang karena banyak masyarakat yang menggunakan jasa Event Organizer (EO)/Wedding Organizer (WO) untuk menyelenggarakan hajatan/acara pernikahan. Berangkat dari kondisi ini, tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) yang terdiri dari Sunarasri Retno Widawati, Frida Muzaiyana, dan Farhan Ferian terdorong untuk melakukan penelitian tentang nilai-nilai gotong royong dalam tradisi hajatan pernikahan masyarakat Jawa.

Tim PKM yang merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan IPS FIS UNY tersebut melakukan penelitian di Sleman Yogyakarta. Menurut Sunarasri Retno Widawati, Alasan mengambil lokasi Kecamatan Sleman karena terdapat beberapa pergeseran bentuk gotong royong yang dilakukan masyarakat dalam tradisi hajatan pernikahan. “Tim PKM  mencari data orang-orang yang akan menikah pada bulan Mei-Juni 2018 dengan mendatangi KUA (Kantor Urusan Agama) kecamatan Sleman. Berdasarkan data yang diperoleh, tim PKM kemudian melakukan observasi, wawancara, dan dokumentasi pada acara hajatan pernikahan”paparnya.

Frida Muzaiyana menambahkan bentuk gotong royong dalam hajatan pernikahan berupa rewang yaitu kegiatan mempersiapkan konsumsi bagi para tamu yang dilakukan oleh ibu-ibu.  Selain itu, para remaja ikut berpartisipasi dengan menjadi sinom atau orang yang melayani tamu dalam hajatan pernikahan serta membantu dalam hal kebersihan tempat. Sementara itu, bapak-bapak berpartisipasi dengan membantu mendirikan tenda, serta mengamankan kendaraan para tamu yang hadir. Adapun bentuk gotong royong paska pernikahan berupa ter-ter (hantaran) yaitu membagikan bingkisan makanan kepada para tetangga yang dianggap telah membantu selama hajatan pernikahan berlangsung.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tim PKM, nilai gotong royong pada penyelenggaraan hajatan pernikahan yaitu keihklasan, kebersamaan, toleransi, kesatuan dan timbal balik. Farhan Ferian menjelaskan bahwa nilai keiklasan mendasari setiap aktivitas gotong royong misalnya saat mengikuti rewang , ter-ter, menjadi sinom dan kegiatan lainnya seperti memasang tenda dan mengamankan kendaraan para tamu. Mereka mengaku tidak pernah mengharapkan imbalan saat membentu penyelenggaraan hajatan pernikahan.

Nilai kebersamaan, lanjut Farhan, terjalin ketika warga sering bertemu selama persiapan, pelaksanaan dan paska hajatan pernikahan. Hal ini memunculkan adanya rasa memiliki satu sama lain. Selain itu, nilai toleransi juga ditemui  pada  penyelenggaraan hajatan pernikahan misalnya dalam kegiatan rewang dimana setiap orang akan saling memberikan kesempatan untuk mengatur waktu rewang apabila mereka memiliki kesibukan lain. Nilai kesatuan ditunjukkan pada saat warga dari berbagai usia dan latar belakang berbeda tetap dapat bersama-sama menjalankan tugasnya. Ini tidak lain karena mereka memiliki kepentingan yang sama, yakni berpartisipasi dalam membantu penyelenggaraan hajatan pernikahan tetangga mereka, terutama bagi yang sudah dimintai tolong oleh penyelenggara hajatan. Nilai timbal balik antarindividu terlihat saat seseorang tidak perlu menerima ter-ter atau bingkisan makanan terlebih dahulu untuk mengikuti rewang. Namun demikian, pihak penyelenggara hajatan pernikahan tetap menyiapkan bingkisan yang akan diberikan kepada para tetangga yang telah membantu. Hal ini menunjukkan timbal balik yang terjadi saat hajatan pernikahan. (Eko)