Mahasiswa Harus Kritis Bermedia Sosial

Tahun politik 2019 diwarnai dengan banyaknya hoaks dan ujaran kebencian yang beredar. Mahasiswa pun diminta menjadi agen untuk turut memberikan warna baru agar masyrakat Indonesia tidak semakin terjebak dalam narasi yang menyesatkan. Pesan itu terungka dalam seminar dan workshop Santun Bermedia Sosial untuk Pemilu Damai yang digelar di Digital Library UNY Jumat (22/2).

Dalam kegiatan itu, Direktur Pengelolaan Media Direktorat Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Siti Meiningsih meminta mahasiswa untuk berperan aktif dalam mengelola informasi agar tidak informasi yang menyesatkan tidak semakin menyebar.

Menurutnya, sebagai kalangan yang lebih akrab dengan media digital dan memiliki latar belakang keilmuan yang memadai, mahasiswa mestinya bisa kritis dalam menyikapi teknologi digital dan membantu memenuhi media ini dengan pesan-pesan yang positif.

“Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk memberantas konten negatif, mulai dari menyetop sumbernya, hingga membanjiri dengan konten positif,” kata dia.

Sementara Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan menyebut salah satu sasaran hoaks dalam pesta demokrasi kali ini adalah KPU. Dia menyebut banyaknya informasi hoaks terhadap KPU merupakan upaya mendelegitimasi KPU sebagai penyelenggaran pemilihan umum.

“Tidak main-main, banyak sekali hoaks diarahkan ke kami. Mulai dari kualitas bilik suara sampai sekian juta surat suara tercoblos,” ungkap dia.

Hamdan mengeluhkan tuduhan ini karena menurutnya upaya menggagalkan pemilu adalah kejahatan yang serius dan KPU tidak mungkin melakukan itu. Dia pun berharap mahasiswa lebih kritis dalam menerima informasi dan melakukan proses cek fakta sebelum menyebarkannya.

Dosen Ilmu Komunikasi FIS UNY yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan itu, Benni Setiawan menuturkan, salah satu yang menyebabkan situasi media digital di Indonesia memanas adalah pesta demokrasi yang akan berlangsung tahun ini. Menurutnya banyak orang yang terjebak politik praktis dan memandang kontestan yang akan bertanding secara hitam putih. Padahal menurutnya setiap kontestan capres dan cawapres merupakan putra terbaik bangsa yang akan memimpin bangsa ini.

“Cara paling efektif adalah dengan menghentikan melihat keburukan setiap capres dan cawapres ini. Lihat sisi positifnya saja sehingga yang muncul bukanlah persaingan memperebutkan kekuasaan, melainkan kontestasi dua pasang putra terbaik bangsa untuk memajukan negeri,” papar dia.

Seminar ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatan workshop membaut infografis dan videografis bagi para peserta. Workshop ini diharapkan dapat menjadi langkah awal bagi peserta untuk turut serta menyebarkan konten positif. (Gilang)