MAHASISWA PENDIDIKAN SOSIOLOGI MELAKSANAKAN PLP INTERNASIONAL DI FILIPINA

Setiap tahun, Universitas Negeri Yogyakarta selalu mengadakan program-program Internasional bagi mahasiswanya. Baik ditingkat fakultas maupun universitas, UNY selalu menawarkan berbagai pilihan program menarik dikancah Internasional. Salah satu program tersebut adalah program untuk praktik mengajar di luar negeri. Dalam pelaksanaan program ini, UNY bekerjasama dengan organisasi internasinal bernama SEAMEO. SEAMEO (The Southeast Asian Ministers of Education Organization) adalah organisasi Internasional yang bergerak dibidang pendidikan dan kebudayaan yang berkantor pusat di Bangkok, Thailand.

UNY menjalin kerjasama dengan SEAMEO dalam programm PLP Internasional yang diberi nama Seateacher. Program ini menfasilitasi mahasiswa UNY yang berkeinginan untuk melebarkan pengalamannya dalam hal praktik pendidikan. Setiap tahun, UNY mengeluarkan syarat-syarat khusus bagi mahasiswa yang ingin mengikuti seleksi program ini, salah satunya adalah mahasiswa harus sudah lulus mata kuliah microteaching dan memiliki skor toefl lebih dari 450.

Pada tahun 2019, dari 5 mahasiswa UNY yang terpilih untuk menjadi peserta program PLP Internasional ini,  Sindy Oktaviani, mahasiswa Pendidikan Sosiologi FIS UNY berhasil lolos menjadi salah satu mahasiswa yang mewakili UNY dalam program PLP Internasional ini. Menurut keterangan Sindy, program PLP ini berlangsung di negara Filipina. Sindy menuturkan bahwa dia ditempatkan di Kota Pangasinan dengan Kampus Pangasinan State University sebagai host-nya. Host university ini bertanggung jawab terhadap kesejahteraan mahasiswa yang mengikuti program Internasional ini. Fasilitas yang diberikan oleh pihak host university berupa dormitory satu buah rumah dengan fasilitas lengkap, jadwal kegiatan, akses wifi, dan peralatan mengajar lainnya. Pihak host university juga memberikan coordinator dan mentor yang cukup baik. Dalam kesehariannya, para mentor ini membantu mahasiwa PLP Internasional dalam memahami segala sesuatu yang dibutuhkan, seperti lesson plan, kurikulum, silabus, bahkan membersamai kegiatan mahasiwa PLP di dalam kampus maupun di luar kampus.

Program PLP Internasional ini berlangsung selama 30 hari. Satu minggu pertama digunakan untuk orientasi mahasiswa, pengenalan terhadap suasana kampus dan sekolah, pengenalan kurikulum, dan metode pembelajaran yang diterapkan oleh sekolah-sekolah di Filipina. Minggu kedua mahasiswa PLP Internasional sudah diperkenankan untuk masuk ke dalam kelas-kelas bersama dosen mentor yang mereka miliki. Minggu ketiga dan keempat, mahasiswa PLP sudah diterjunkan langsung untuk mengajar di dalam kelas tanpa pengawasan dari mentor.

Sindy menuturkan bahwa terdapat perbedaan kurikulum pendidikan di Filipina, di mana pada tingkat sekolah menengah atas, siswa tidak mendapat pembagian mata pembelajaran ilmu sosial secara terpisah, melainkan jadi satu dalam mata pelajaran Social Science. Sehingga dalam praktiknya, Sindy dan 3 kawan lainnya mengalami perubahan jadwal mengajar. Semula, jadwal mengajar mereka adalah di Public Shool diganti untuk mengajar di Universitas, yakni di semester 1 dan semester 3. Untuk mata kuliah Sosiologi pun tidak berdiri sendiri melainkan menjadi sub bab dalam mata kuliah The Understanding Culture.

Pengalaman mengajar di universitas ini sangat berkesan di ingatan Sindy, pasalnya selain harus mempersiapkan diri mengajar menggunakan Bahasa Inggris, dia juga harus mempersiapkan metode pembelajaran yang sesuai dengan mahasiswa di sana. Apalagi, dalam praktiknya, kelas yang diampu adalah kelas dengan jumlah besar, yakni sekitar 60 mahaiswa setiap kelasnya. Hal yang paling menyenangkan ketika mengajar adalah melihat bagaimana mahasiswa di sana sangat antusisas dalam mengikuti pembelajaran dengan pengajar asing. Sindy juga menceritakan bagaimana mahasiswa yang diampu olehnya sangat tertarik dengan budaya di Indonesia, sehingga ketika pembelajaran, mahasiswa di sana banyak bertanya mengenai apa yang ada di Indonesia. mereka juga sempat mempertanyakan perbedaan kebudayaan di Indonesia dan Filipina, di mana dalam hal makanan, Filipina di dominasi oleh makanan yang berbahan dasar babi.

Sindy juga menjelaskan, hal yang paling penting dalam keikut sertaannya pada program ini adalah, selain mendapat pengalaman mengajar di Universitas luar negeri, dia juga mendapatkan keluarga baru di sana. Dalam menjalani aktivitasnya, Sindy berada dalam satu kelompok yang terdiri dari 4 orang termasuk dirinya. Dalam kelompok tersebut tentu tidak hanya mahasiswa dari Indonesia, akan tetapi ada juga mahasiswa dari Thailand dan Malaysia. Selain itu, setiap mahasiswa PLP Internasional mendapat teman atau buddies yang setiap hari membantu mempersiapkan segala kebutuhan hidup selama di sana. Sindy merasa bahwa dirinya dan ketiga temannya benar-benar dianggap sebagai bagian dari keluarga besar Pangasinan State University. Selain keluarga baru, hal yang tidak kalah mengasyikkan adalah pengalaman hidup di Negara lain yang berbeda kondisi dari budaya, bahasa, adat, dan agama. Setiap week end, mahasiswa PLP Internasional juga mendapat orientasi mengenai budaya Filipina dengan mendatangi beberapa tempat bersejarah di Filipina dan mengikuti kegiatan masyarakat lokal di sana.

Bagi Sindy, menjadi salah satu delegasi UNY dalam program PLP Internasional ini adalah salah satu pengalaman yang luar biasa, mengingat bahwa program ini adalah percobaannya yang keempat dalam mengikuti program Internasional di UNY. Tiga kali gagal dalam mencoba program Sit In di luar negeri tidak menjadikan Sindy putus asa dalam mencoba. Baginya, selagi masih ada waktu, tidak ada salahnya untuk terus mencoba. (SO)