PAGELARAN SENI DI UAS PENDIDIKAN SEJARAH ‘10

Siang kemarin, Rabu (22/1) menjadi salah satu hari yang tidak terlupakan bagi Anisa (Mahasiswa Pendidikan Sejarah 2010). Pasalnya pada hari itu, Anisa harus  mengikuti ujian akhir semester mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer. Ada yang tidak biasa dalam ujian kali ini. Untuk bisa mengikuti ujian Anisa dan mahasiswa Pendidikan Sejarah 2010 lainnya harus bekerja di bulan-bulan sebelumnya. Mereka secara berkelompok  harus melalukan riset secara mendalam dan detail tentang suatu peristiwa sejarah.
Akhirnya hari untuk penelitian tiba. Rabu, pukul 13.00 WIB bertempat di Ruang Cut Nyak Dien yang dipoles sedemikian rupa oleh mahasiswa sejarah angkatan 2010. Halaman depan Cut Nyak Dien didirikan terpal yang ditutup dengan koran bekas. Tempat itu, dipenuhi dengan sangkar burung dan aquarium yang  di dalamnya ada foto-foto tentang menjulangnya bangunan-bangunan modern serta beberapa peristiwa penting dalam kehidupan sehari-hari.  Foto ini adalah hasil riset kelompok Itama dan kawan-kawan yang diberi judul ‘Dalam Sangkar Kapitalisme”.
Ruang Cut Nyak Dien diubah menjadi panggung pertunjukan. Panggung tersebut digunakan untuk mempresentasikan hasil penelitian lewat seni berupa musikalisasi puisi, drama, musik, dan film. Kuli Tinta dan Senthir adalah judul film yang diputar. Kuli Tinta adalah film perdana yang diputar dengan durasi 30 menit, merupakan hasil penelitian mengenai “Sejarah Pers dari Zaman Orde Lama hingga Orde Baru”. Film kedua berjudul ‘Senthir” merupakan hasil riset dari ‘Sejarah Kontroversi Agama Kartini”. Semua pemeran film adalah mahasiswa sendiri, alat yang digunakan untuk membuat film pun sangat sederhana, dengan dana yang sangat terbatas tentunya. Meskipun demikian hasil karya ini mendapat apresiasi yang positif. “Menguji mereka (mahasiwa sejarah) dengan meminta membuat karya seperti itu sungguh luar biasa. Hal itu akan membuat terinpirasi dalam mengolah hidup di masa depan dan membuka cakrawala pemikiran baru”, tutur Sri Harjanto Sahid Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta yang hadir menjadi komentator acara tersebut.
Meskipun mendapat kritikan sekaligus pujian dari komentator  (Sri Harjanto Sahid) mahasiswa sangat menikmati ujian akhir semester. ‘’Saya sangan senang dengan metode UAS dengan pentas Seni. Kami bisa melihat dan mengkaji peristiwa sejarah dengan cara dan sudut pandang yang lain. Kami juga merasa menikmati proses ini, tidak ada perasaan terbebani sama sekali. Model pembelajaran seperti ini tetap harus ada di tahun-tahun mendatang”, demikian komentar Aris mahasiswa sejarah angkataN 2010.
Mahasiswa memang sangat menikmati setiap proses dari pembuatan karya tersebut seperti yang diungkap Syela Joe “Ujian seperti ini lebih banyak manfaatnya daripada ujian tertulis. Banyak suka dan dukanya dalam proses pembuatan film, mulai dari hunting lokasi yang harus masuk daerah-daearah pelosok berhari-hari, pengambilan gambar secara maraton (berangkat jam 6 pagi-pulang malam) tapi banyak tawa yang terurai ketika take gambar gagal. Dapat ilmu juga tentang costum dan make up yang sesuai dengan zamannya yaitu tahun 1890-an. Semua kegiatan menjadi pengalaman berkesan apalagi saat kami sudah berdadan kondean dan kebaya menuju lokasi shooting (dengan motor) mendadak hujan deras kami harus menggunakan jas hujan dan menutup kepala dengan tas kresek. Meskipun menjadi totonan warga. Hal ini adalah pengalaman yang tidak terlupakan.”
Ujian seperti ini sudah dua kali dilakukan dalam mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer. Menurut Sardiman dan Rhoma Dwi Aria (dosen mata kuliah Sejarah Indonesia Kontemporer) ujian seperti ini bertujuan agar mahasiswa bisa lebih memaknai nilai sejarah, meneliti sejarah lebih detail  dan melatih imajinasi sejarah, kami tidak ingin menguji dengan sekedar  peristiwa sejarah adalah… [baca; sejarah sebagai hafalan]. Seperti tahun-tahun sebelumnya semua dokumentasi acara dan film akan disimpan di Museum Pendidikan. Bagi yang belum sempat hadir dalam pagelaran seni tersebut bisa melihat dokumentasinya di Museum Pendidikan UNY. (LMB/sari)