PEMIMPIN IDEAL UNTUK INDONESIA SEPERTI APA?

“Persoalan kepemimpinan yang ada di Indonesia adalah kepemimpinan tersandera. Sekarang banyak pemimpin yang tidak bisa melakukan tugasnya dengan baik, karena mereka tersandera. Tersandra dalam arti “saling ancam” karena banyak pemimpin yang mencari posisi aman bagi dirinya. Indonesia rusak karena penegakan hukum tidak ditegakkan pada setiap pelanggaran yang terjadi dalam bangsa ini.” Ungkap Prof. Dr. Mahfud, MD dalam Seminar Nasional dalam rangka Dies Natalis ke 49 Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), yang digelar Fakultas Ilmu Sosial UNY Sabtu (13/4) yang lalu.
Semnas yang mengangkat tema “mencari Model Kepemimpinan Profetik Transformatif; Menuju Indonesia Berdaulat” ini menghadirkan pembicara Prof. Dr. Mahfud, MD., Prof. Dr. Syafi’I Ma’arif  dan Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. Semnas yang dihadiri lebih dari 250 orang tersebut digelar di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY.
Sedang Syafi’I Maarif dalam kesempatan tersebut menyampaikan, Untuk menjadikan Bangsa ini sebagai Negara maju, Bangsa Indonesia saat ini membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kemampuan intelektual yang universal. Selain itu juga harus didukung dengan kemampuan bahasa internasional yang harus dimiliki dan mumpuni oleh seluruh lapisan di Negara ini khususnya para pemimpinnya, namun pada kenyataannya kemampuan bahasa internasional yang kurang menjadi kendala bangsa ini untuk maju. Selain memiliki kemampuan bahasa internasional, warga/rakyat pun juga harus sudah ‘melek’ hukum. Padahal menurut syafi’I,  saat ini manusia Indoneis yang melek hukum baru 10%. Syafi’I menambahkan “Diskusi persoalan sosial dan kebangsaan perlu dilakukan walaupun setiap elemen atau kelonmpok (mahasiswa) memiliki spesialisasi yang berbeda-beda. Ahli MIPA, teknik, pendidikan juga wajib mempelajari masalah sosial dan kebangsaan.”
Rochmat Wahab dalam kesempatan tersebut menyampaikan tentang sosok kepemimpinan nasional harus memiliki ciri yang pertama Profetik (mengacu pada kepemimpinan nabi Muhammad SAW), kedua, Transformasional, dan yang terakhir Pancasilais. Di akhir penyampaiannya Rochmat Wahab yang sekaligus menjabat sebagai Rektor UNY menyatakan, “Pada kenyataannya setiap orang akan dianggap luarbiasa tetapi ketika seseorang sudah menjadi pemimpin, maka hanya kejelekannya yang akan terlihat.” Ungkapnya.(sari)