Pendidikan Jangan Gunakan Logika Korporasi

Pendidikan tidak bisa diukur dengan logika efisiesi, karena pendidikan adalah usaha membangun peradaban bangsa. Sebuah proses panjang untuk menuju manusia beradab. Logika efisiesi dan korporasi harus segera dihilangkan dari dunia pendidikan Indonesia.
Hal itu terungkap dalam agenda diskusi publik bertajuk “Revolusi Pendidikan Indonesia” yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi (BEM FISE) pada Jumat (29/4), bertempat di Ruang teater Museum Pendidikan UNY. Diskusi publik ini menghadirkan Halili, dosen FISE UNY, dan Azwan Nurkholis, koordinator isu pendidikan BEM Seluruh Indonesia.
Revolusi pendidikan, menurut Halili, harus dimulai dengan menempatkan pendidikan dalam term pokok modal bangsa. Pendidikan adalah instrument utama, selain modal sosial dan modal ekonomi. Pendidikan dapat menjadi pintu untuk merebut modal manusia, dalam usaha meraih kembali modal sosial dan modal ekonomi yang telah dikuasai asing.
“Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sangat jelas, salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka bila ada Undang-Undang yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab masyarakat atau masyarakat menanggung persentase besar atas kewajiban itu, berarti negara telah mengingkari janjinya,” ujar dosen jurusan Pendidikan Kewarganegaraan dan Hukum ini.
Halili melanjutkan, banyak undang-undang yang pembuatannya disinyalir sebagai pesanan atau paling tidak didanai oleh asing, misalnya saja Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Undang-undang semacam itu menggunakan logika korporasi dalam pengelolaan pendidikan.
Soal Permendiknas No. 24 tahun 2010 yang memberikan hak suara kepada Menteri Pendidikan Nasional sebesar 35% dalam pemilihan rector PTN, menurut Halili, merupakan usaha politisasi dunia pendidikan. Akibatnya akan muncul oligarki elit Pusat dan perguruan tinggi. Dampak lanjutan, hancurnya sistem suksesi di perguran tinggi itu sendiri. Apabila pendidikan telah dipolitisasi dan dikorporatisasi, maka membangun peradaban bangsa menjadi hal yang sia-sia.
Senada dengan Halili, Azwan mengungkapkan perlunya mahasiswa bergerak menentang usaha komersialisasi pendidikan. Ia mengajak mahasiswa untuk terus melakukan kajian untuk mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang merugikan rakyat. [triyanto]