PRODI ILMU SEJARAH BAHAS PERSOALAN AGRARIA DALAM SEMNAS

Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY telah mendapatkan hak keistimewaan secara resmi telah disahkan dalam Undang-Undang tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UUK – DIY) pada sidang pleno DPR RI tanggal 30 Agustus 2012 lalu. Dan akhirnya UUK – DIY tersebut ditandantangani oleh presiden. UU No 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta ini mengatur 5 bidang keistimewaan DIY. Hal ini lah yang dibahas tuntas oleh Prof. Dr. Djoko Suryo sebagai salah satu pembicara dalam Seminar Nasional yang mengangkat Tema “UU Keistimewaan DIY dan Implikasinya pada Persoalan Agraria”. Semnas yang digelar Kamis (26/6) oleh Program Studi (Prodi) Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) ini diikuti oleh dosen, guruMGMP Sejarah dan mahasiswa. Semnas yang diadakan di Ruang Ki hAjar Dewantara FIS UNY selain menghadirkan Prof. Dr. Djoko Suryo juga menghadirkan Ir. Bayudono, M.Sc (Tim RUU Keistimewaan Yogyakarta) dan Suyitno, SH (Ahli Hukum UGM).
Semnas kali ni dibuka oleh Wakil Dekan I FIS UNY, Cholisin, M.Si. Dalam sambutannya Cholisin menyampaikan bahwa tema yang diangkat sangat penting. Karena masalah tanah seringkali jadi masalah. “Dengan adanya Sultan Ground menimbulkan rasa was-was dari masayarakat yang menghuni tanah tersebut. Persoalan-persolan ini tentunya perlu adanya pencerahan, sehingga ada solusi dari masalah – masalah tersebut.”ungkapnya. Dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang kompeten di bidangnya, diharapkan tidak hanya memberikan tambahan wawasan bagi para dosen dan mahasiswa FIS UNY saja tetapi juga kepada seluruh peserta yang nantinya juga akan disebarluaskan ke masyarakat umum tentang solusi dari permasalahan agraria ini, imbuh Cholisin.
Dalam pemaparan para pembicara, Djoko Suryo selain mengupas tentang UUK-DIY secara yuridis, ia juga menguraikan dari segi landasan legal, historis, sosio-kultural. Hal ini diharapakan dapat member manfaat dalam menambah pemahaman dan wawasan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan Keistimewaan DIY, baik pada masa kini maupun masa depan masayarakat DIY maupun bangsa Indonesia pada umumnya.
Sedangkan Suyitno sebagai ahli hukum UGM membahas tentang tanah kasultanan-kadipaten Paku Alam (Sultan Ground (SG) – Paku Alam Ground (PAG)).Suyitno menyampaikan tentang sejarah atau asal – usul adanya SG dan PAGMenurut Suyitno, “Tanah – tanah yang masih termasuk SG-PAG, masih menjadi kewenangan penuh Kasultanan-Kadipaten Paku ALaman, sebagai tanah hak milik adat yang belum dapat dikonversi ke dalam hak-atas tanah sebagaimana diatur dalam UUPA.” Urainya.
Sedangkan Ir. Bayudono, M.Sc menjelaskan tentang kebijakan agraria dalam ranah Keistimewaan-Revitalisasi SG dan PAG. Salah satunya Bayudono menjelaskan tentang Dasar Pemanfaatan Tanah SG-PAG, yaitu Filosofi Pembangunan “Hamemayu Hayuning Bawana”, konsepsi “TAHTA UNTUK RAKYAT” dari Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam, serta UU 13/2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Bab X Pasal 32 yang berisi “Kasultanan dan Kadipaten berwenang mengelola dan memanfaatkan tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya oengembangan kebudayaan, kepentingan sosial dan kesejahteraan masyarakat.” Pemanfaatan tanah SG dan PAG dicontohkan oleh Bayudono seperti jenis penggunaan yang dilakukan oleh pemerintah berupa Kompleks Kantor Gubernur (Kepatihan), untuk kebutuhan publik seperti Pasar (beringharjo, dll) dan untuk sarana pendidikan seperti gedung Perguruan Tinggi (UGM). (Sari)