PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI UNY MENGINISIASI LITERASI DIGITAL NASIONAL

Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta akan mengelar Konferensi Nasional Literasi Digital pada Selasa, 12 September 2017 di Ruang Ki Hajar Dewantara, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, pukul 08:00-17:00. Beberapa pembicara yang hadir Nukman Luthfie (pendiri literos.org), Dyna Herlina S., (Dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNY), Drs. R. kadarmanta Baskara A. (Kepala Dinas Pendidikan DIY), serta Tim Peneliti JAPELIDI sebagai pembicara. Konferensi tersebut diharapkan dapat turut membantu mengatasi kegagapan digital dan kebutuhan Indonesia akan literasi digital. 
Prodi Ilmu Komunikasi menjadi bagian dari Jaringan Pengiat Literasi Digital (JAPELIDI). Organisasi ini merupakan perkumpulan dosen Ilmu Komunikasi dari 9 kota yang memberi perhatian khusus pada literasi Digital. Novi Kurnia, koordinator JAPELIDI mengutarakan bahwa dari penelitian yang dilakukan di 9 kota (Yogyakarta, Salatiga, Semarang, Surakarta, Malang, Bandung, Banjarmasin, Bali, dan Jakarta), ditemukan lebih dari 338 kegiatan literasi digital, yang masih didominasi oleh perguruan tinggi selain pemerintah daerah dan komunitas, dan inisiatif dari warga masyarakat sendiri masih minim.
“Dibandingkan dengan Jakarta, di mana segala kegiatan sehari-harinya berlalu dengan cepat dan trend yang silih berganti, kami lebih memiliki harapan bagi kota-kota seperti Yogyakarta, Malang, dan Bandung untuk menjadi trendsetter bagi literasi digital, karena banyaknya pemuda serta sifat ‘kesukarelaan’ dalam berpartisipasi yang ada,” ujar Firly Annisa salah satu dosen anggota JAPELIDI yang meneliti literasi digital di Yogyakarta.
Dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa gerakan literasi digital di Indonesia bersifat sukarela, tidak terstruktur, insidental, sporadis, dan tidak kontinu, JAPELIDI merekomendasikan bahwa literasi digital harus diberikan dalam level keluarga, sekolah, dan negara. Dyna Herlina, dosen dari UNY, merumuskan berbagai perubahan yang dapat dilakukan pada tiap level tersebut dalam rangka pergerakan literasi digital.
“Pada level keluarga, digital parenting dan kesepakatan dengan anak atas akses media digital. Pada level sekolah, harus ada perubahan ke arah pendidikan berbasis digital, dan pola pikir bahwa ‘guru lebih tinggi dari murid’ harus digantikan dengan kesetaraan antara kedua pihak tersebut. Harus ada pula fasilitas laboratorium media digital di sekolah-sekolah, disertai kolaborasi antara orang tua dengan guru dalam pendidikan anak. Pada level pemerintah, harus didorong transformasi digital dengan membangun infrastruktur digital, memperkuat e-governance, serta memberdayakan warga negara sebagai bagian dari kewarganegaraan digital,” Lanjut dosen yang juga akan menjadi pembicara dalam Konferensi Nasional Literasi Digital tersebut. (Dyna)