REKAYASA PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

Karakter  tidak otomatis berkembang pada diri warga bangsa atau peserta didik. Perlu ada rekayasa sosial yang dirancang dan dilaksanakan secara sadar dengan arah yang jelas. Rekayasa sosial  ini semakin penting, karena karakter bersifat multidimensi yang memerlukan partisipasi dari berbagai pihak. Sekolah /lembaga pendidikan secara mandiri tidak akan mampu mengembangkan karakter di kalangan peserta didik. Rekayasa sosial untuk pembangunan karakter perlu direncanakan dan dilaksanakan sebaik dan secermat mungkin. Proses ini berlangsung amat panjang, bahkan berlangsung sepanjang massa khususnya lewat pendidikan dan pendidIkan ilmu-ilmu sosial atau IPS memiliki peran sentral dalam pembangunan karakter bangsa.
Demikian disampaikan guru besar UNY, Prof. Dr. Zamroni dalam seminar internasional “The Role of Social Studies in The Contex of Nations and Character Buiilding”, yang diselenggarakan  Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia  (HISPISI) bekerjasama dengan Fakultas Ilmu sosial (FIS) Universitas Negeri Makasar dan HISPISI Daerah Sulawesi Selatan. Seminar yang berlangsung  di Hotel Clarion , 13-14 Juli 2010, dihadiri pengurus pusat HISPISI,  dosen, guru, mahasiswa dengan nara sumber lain Prof. Udin S.Winataputra,MA, Prof.Tsuchiya Takeshi , Prof.Dr. Arismunandar,MPd dan para pakar pendidikan karakter & integritas publik pada Paralel Session antara lain  dari  UNY,  Dr. Muhsinatun S.Masruri, dan Suhadi Purwantara, MSi. Hadir juga pada kesempatan tsb  Dekan FISE UNY, Pembantu Dekan 2, Kepala Kantor Humas ,Promosi yang juga pengurus pusat HISPISI  sebagai peserta.
Lebih jauh Zamroni mengatakan  karakter bangsa dibentuk oleh berbagai campuran dari sifat-sifat yang ada, seperti sosialibilitas, ketulusan, kejujuran, kebanggaan, keterbukaan, kerja keras, dan semangat untuk berprestasi. Karakter bangsa akan muncul sebagai keterpaduan dan keseimbangan dari berbagai karakteristik moral di atas. Oleh karena itu, suatu karakter bangsa mesti dikembangkan berdasarkan nilai-nilai tradisi yang dimiliki bangsa itu sendiri dipadukan dengan konteks bangsa yang ada seperti, lembaga-lembaga, kebiasaan-kebiasaan, dan kebudayaan bangsa serta agama yang dinut mayoritas warga bangsa tersebut. Karakter bangsa juga sangat erat kaitannya dengan sistem politik yang ada. Bahkan suatu konstitusi suatu bangsa merupakan cerminan karakter bangsa yang bersangkutan. Dapat dikatakan bahwa karakter bangsa merupakan suatu basis untuk melahirkan kesadaran nasional dan jiwa patriotisme bangsa yang merupakan fondasi bagi terwujudnya bagsa yang mandiri, merdeka dan berdaulat.
Zamroni menegaskan dalam kaitan membangun jati diri dan identitas diri sebagai suatu bangsa atau karakter dalam hal ini, maka semua komponen bangsa harus mengambil peran, antara lain lewat pendidikan dalam arti luas yang dapat diperankan oleh keluarga, media massa, pemerintah dan lembaga sistem persekolahan atau pendidikan formal.
Terkait dengan  pendidika,  berbagai perubahan perlu dilakukan antara lain: dunia pendidikan harus mulai menekankan pada kultur sekolah sehingga memungkinkan warga sekolah untuk bekerja terbaik guna prestasi terbaik dan penilaian prestasi  tidak hanya terbatas dalam aspek intelektual yang ditunjukkan dalam nilai ujian, tetapi juga aspek karakter.  Reorientasi pembelajaran juga diperlukan agar pembelajaran ilmu-ilmu sosial  dapat memberikan kontribusi maksimal dalam proses mempercepat pembangunan karakter bangsa. Inti dari tujuan pembelajaran adalah mengembangkan “knowing”  peserta didik, bukan nya “thingking”. Untuk itu, tujuan, materi dan organisasi pelaksanaan ilmu-ilmu sosial  perlu ditinjaun ulang dan direvisi, tegasnya.
Sekjen DPP HISPISI yang juga Dekan FISE UNY, Sardiman AM,MPd menjelaskan  seminar ini merupakan program kerja HISPISI  Thun 2010. Setelah Makasar, seminar Internasional berikutnya  akan dilanjutkan di Malaka Malaysia dan Jepang. Terkait dengan pendidikan karakter, hasil seminar ini akan ditindaklanjuti  oleh HISPISI sehingga dapat memberikan kontribusi nyata dalam pembangunan karakter bangsa. (lensa)