FILANTROPI ISLAM SEBAGAI PERSEMAIAN PERUBAHAN STRUKTURAL

Filantropi (kedermawanan) dalam islam tidak sekedar ekspresi keimanan seseorang tetapi kedermawanan seperti yang terwujud dalam pemberian zakat, infak juga merupakan refleksi dari etika politik (siasah) dengan kata lain filantropi islam bukan merupakan sesuatu yang terisolasi dari ajaran-ajaran islam yang lain seperti ibadah, akidah, dan muamalah. Demikian disampaikan oleh Nasiwan, M.Si dalam diskusi Forum     Ilmu Sosial Transformatif (FISTRANS) Institute Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) belum lama ini. Diskusi yang digelar di ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY tersebut dihadiri oleh para dosen dan mahasiswa dilingkungan FIS UNY.
Lanjut Nasiwan, dalam perkembangannya filantropi islam di Indonesia sebagian masih berupa kegiatan interpersonal sebagian lagi sudah dikelola ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU dan lembaga independent seperti PKPU, rumah zakat, dompet duafa dll. Dalam perkembangan berikutnya sejak tahun 2011 melalui UU zakat sudah ikut mengatur keberadaan filantropi islam di Indonesia.
Belajar dari perkembangan tersebut kedepan filantropi islam seharusnya tidak sekedar menjadi unjuk kedermawanan dan hanya menjadi semacam “pemadam kebakaran” tetapi filantropi islam bisa menjadi persemaian dan perluasan network untuk mendorong perubahan yang lebih substantif dan struktural yakni perubahan pada level-level kebijakan negara dan pemerintah.
Pada kesempatan yang sama Hilman Latief, Ph.D menjelaskan bahwa inovasi konsep filantropi islam seperti zakat dan wakaf telah dilakukan oleh berbagai lembaga keislaman di Indonesia. Salah satu inovasi tersebut adalah adanya “zakat profesi” di Indonesia. Mayoritas organisasi keagamaan di Indonesia banyak yang mengadopsi konsep tersebut meskipun dengan interpretasi yang berbeda-beda misalnya Badan Amil Zakat (BAZ) banyak mengandalkan gagasan zakat profesi untuk memobilisasi dana dari pegawai negeri ditingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional.
“Era digital dan informasi juga menjadi pendorong adanya inovasi dalam praktik filantropi. Kehidupan perkotaan pada umumnya memanfaatkan mesin-mesin digital yang dianggap memberikan kemudahan dalam bertransaksi misalnya penggunaan ATM untuk membayar zakat atau sumbangan kepada lembaga pengelola filantropi” paparnya. (eko)