PEMBELAJARAN SEJARAH PERLU DIREFORMULASI

Pembelajaran sejarah yang dilakukan oleh manusia sekarang ini merupakan proses mencari dan memberi makna dari peristiwa yang sedang dipelajari. Namun pembelajaran sejarah dijenjang persekolahan masih banyak menemui kendala dan kurang berlangsung secara optimal. Pembelajaran sejarah cenderung  menekankan pada hafalan konsep, pengertian, nama-nama kerajaan, nama tokoh, tanggal dan tahun kelahiran seorang tokoh. Akibatnya pembelajaran sejarah menjadi tidak menarik dan membuat peserta didik lelah menghafal materi sejarah yang merupakan kumpulan fakta dan informasi. Pembelajaran sejarah yang demikian mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pendidikan lebih pragmatis, cenderung kognitif, menekankan pada penguasaan materi sehingga bersifat intelektualistik. Demikian disampaikan Sardiman AM, M.Pd. dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY), Rabu (3/10). Seminar digelar diruang Kihajar Dewantara FIS UNY dan dihadiri Dosen, mahasiswa dan guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) DIY.
Lanjut Sardiman, pada masa orde baru terjadi perubahan tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Orde baru menggulirkan paradigma pendidikan yang lebih menitikberatkan pada pembangunan ekonomi dan fisik. Hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan persoalan ekonomi, materi dan uang menjadi tidak menarik. Begitu juga penyelenggaraan pembelajaran di sekolah, mata pelajaran yang tidak terkait dengan ekonomi, materi dan uang juga tidak banyak diminati orang misalnya pelajaran sejarah. Oleh karena itu wajar jika masyarakat menganggap bahwa pembelajaran sejarah itu tidak penting dalam kehidupan keseharian. “Melihat fakta pembelajaran sejarah yang demikian, perlu dilakukan reformulasi pembelajaran sejarah dengan melakukan pengkajian sehingga ditemukan model maupun pendekatan yang tepat dan effektif untuk pembelajaran sejarah” jelasnya.
Dalam paparannya Dosen Program Studi Sejarah FIS UNY tersebut menawarkan sebuah pendekatan pembelajaran sejarah yang lebih bermakna sebagai jawaban atas persoalan pembelajaran sejarah yang masih cenderung menitikberatkan pada hafalan. Pendekatan tersebut dikemas dalam Kontekstual, isu aktual dalam perspektif karakter atau disingkat dengan KIK.  Dalam pendekatan kontekstual guru dituntut untuk mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi nyata peserta didik serta mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang diperoleh dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat merekonstruksi dan menerapkan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari, pendekatan kontekstual harus berbasis pada isu aktual dalam bingkai pendidikan karakter.
Sementara itu Dekan FIS UNY, Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. dalam sambutannya menyampaikan bahwa FIS UNY sebagai institusi pendidikan tidak henti-hentinya mengembangkan keilmuan melalui pengkajian dan penelitian termasuk pengembangan ilmu sejarah. “Dengan pengkajian melalui forum-forum diskusi FIS UNY akan memberikan sumbangsih yang nyata bagi kemajuan keilmuan khususnya pembelajaran sejarah,” tegasnya.(Eko)