Siap Hadapi Bencana, Puluhan Guru Ikuti Pelatihan Mitigasi Bencana di FIS UNY

Sebanyak 40 Guru SD, SMP, SMA di Yogyakarta ikuti Pelatihan Mitigasi Bencana di Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY), Rabu-Kamis (2-3/11). Dalam sambutan selamat datang Pembantu Dekan I FIS UNY, Suhadi Purwantara, M.Si., mengatakan kegiatan ini merupakan bentuk Pengabdian Pada Masyarakat FIS UNY. “Selain mengajar, melakukan penelitian, dan menulis dosen juga harus melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat,” imbuhnya.

Dalam pelatihan yang digelar di ruang Ki Hajar Dewantara FIS UNY tersebut meghadirkan beberapa dosen FIS UNY sebagai narasumber. Salah satu narasumber Pelatihan, Suhadi Purwantara, M.Si., dalam presentasinya memaparkan Kompleksitas Bencana dan Mitigasi di Yogyakarta. “Jenis-jenis bencana bisa berupa bencana alam yang meliputi tsunami, gempa, banjir, badai, erupsi vulkan, tanah longsor; bencana non-alam yang berupa kecelakaan, kebakaran; serta bencana sosial misalnya perang, dan kerusuhan,” jelasnya.

Lanjut Suhadi, Secara umum tahap penanggulangan bencana di bagi menjadi tiga yakni sebelum bencana (pencegahan, penjinakan,kesiapsiagaan), selama bencana (tahap darurat, konsolidasi, rehabilitasi), dan sesudah bencana (rekonstruksi,  pembangunan). Langkah yang bisa diambil dalam upaya mitigasi bencana yakni memasukan pendidikan mitigasi dalam Standar Kompetensi IPS, sejak, SD hingga SMP, Sosialisasi pengetahuan tentang bencana alam, Sosialisasi Peta-peta bencana, Sosialisasi POB, Pelatihan rutin mitigasi berbagai bencana untuk aparatur, dan  masyarakat.

Pada kesempatan yang sama, narasumber lain Dr. Suharno, M.Si. menyoroti tentang bencana sosial. “Bencana dalam kehidupan tidak hanya berupa bencana yang datang dari alam, tetapi dapat timbul dari masyarakat atau bangsa yang sering disebut dengan bencana sosial. Bencana sosial dapat berupa konflik antar elemen di dalam masyarakat, konflik antar etnik, perang antar bangsa dan sebagainya. Kehancuran dan dampak dari bencana sosial bisa lebih dahsyat dari bencana alam,” papar Dosen Kebijakan Publik Jurusan PKnh FIS UNY tersebut.

Untuk meminimalisasi potensi konflik, imbuhnya, diperlukan ruang koeksistensi (space of co-existance) bagi sebagian besar identitas. Negara sebagai institusi yang mengikat, memaksa, dan mencakup semua (all-encompasing, all embracing) seharusnya mampu menghadirkan ruang itu. (Eko)