FISE UNY Punya Doktor Baru

Selamat...., selamat...., selamat... demikian kata-kata terucap dari teman sejawat dan  para undangan yang menghadiri Ujian terbuka  tepatnya  pada Jumat (31/12). Dengan suara haru dan  wajah yang nampak tegang  setelah di gempur dengan pertayaan-pertayaan kritis dari dewan penguji, Dr Aman di temani  oleh istri, anak dan keluarganya menerima ucapan selamat dari para promotor,dewan penguji,Dekan Fise,teman sejawat  dan tamu undangan lainnya .

Dalam Sambutannya Prof.Dr.Husain Haikal mewakili promotor sekaligus jurusan pendidikan Sejarah, menyampaikan rasa sukur dan bangga karena setelah 30  tahun stagnan akhirnya PPS UNY melahirkan lagi seorang Doktor pada bidang Penelitian dan Evaluasi Pendidikan dengan konsentrasi Metodologi Evaluasi Pendidikan Sejarah. Dia adalah Doktor Aman dari Program Studi Pendidikan Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Doktor muda yang berpenampilan kalem dengan tutur kata yang santun adalah adalah pria  kelahiran Kec. Salem Brebes 15 Oktober 1974 ini menamatkan S-1 pada Jurusan Pendidikan Sejarah FISE UNY pada tahun 1999. Menyelesaikan program master paling cepat 1 tahun 4 bulan pada Program Magister Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Jakarta tahun 2002, dan menyelesaikan Program Doktoralnya selama 5 tahun dan dinyatakan lulus dengan Predikat Sangat Memuaskan dengan IPK 3.60.

Guna melengkapi perolehan Doktoral, Dr.Aman mempertahankan desertasinya Untuk menyelesaikan program doktoralnya, Doktor Aman mempertahankan desertasinya dengan judul: Pengembangan Model Evaluasi Pembelajaran Sejarah di SMA. Hasil risetnya diberi nama Model EPS (Evaluasi Pembelajaran Sejarah). Adapun komponen model EPS terdiri atas dua komponen yakni komponen kualitas dan komponen hasil pembelajaran sejarah. Komponen kualitas meliputi 7 aspek yakni: kinerja guru, materi pelajaran, metode pembelajaran, sarana pembelajaran, suasana pembelajaran, sikap, dan motivasi belajar sejarah. Sedangkan komponen hasil pembelajaran sejarah meliputi: kecakapan akademik, kesadaran sejarah, dan nasionalisme. Model ini telah teruji secara empirik yang memastikan bahwa model ini sangat baik dan layak untuk diterapkan pada program pembelajaran sejarah di SMA.

Temuan ini menunjukkan bahwa pembelajaran sejarah harus dievaluasi secara komprehensif agar tujuan program pembelajaran sebagaimana dirumuskan pada tujuan kurikulum mata pelajaran sejarah di SMA dapat tercapai. Proses dan hasil harus dievaluasi agar dapat dideteksi pada bagian mana program berhasil, apa yang perlu diperbaiki, dan hal apa yang harus ditingkatkan. Yang menarik lagi adalah pada hasil pembelajaran. Model EPS mengarahkan secara serius bahwa komponen yang harus dievaluasi tidak cukup hanya mencakup kecakapan akademik, melainkan juga yang lebih utama yaitu kesadaran sejarah dan nasionalisme. Kedua komponen yang disebut terakhir inilah yang belum dievaluasi oleh guru dan sekolah, yakni sejauh mana setelah mempelajari sejarah siswa memiliki kesadaran sejarah dan nasionalisme.

Sementara Prof.Sunarto, Ph.D Direktur Program PPS yang sekaligus sebagai ketua Penguji  mengatakan  bahwa  hasil penelitian ini  perlau di apresiasikan  dan di beri perhatian serius oleh pengambill kebijakan agar tidak ada perlakuaan diskriminasi dalam proses pembelajaran di sekolah. Di jurusan IPA pelajaran sejarah hanya 1 jam per minggu, demikian juga di kelas bahasa. Ini jelas menyulitkan guru untuk membelajarkan sejarah secara baik. Padahal, selain mengajarkan konsep dan fakta, guru sejarah harus mampu menemukan makna atau nilai dibalik fakta itu, dan menanamkannya pada peserta didik. Nilai-nilai utama kesadaran sejaran dan nasionalisme bukanlah hal yang mudah ditanamkan pada anak, perlu refleksi dan implementasi yang layak dalam pelaksanaan programnya. Dengan lahirnya model EPS ini diharapkan pembelajaran sejarah dapat dievaluasi secara kesinambungan, sehingga perbaikan demi perbaikan akan terus dapat dilakukan. (Zul).