DISKUSI DARING GURU SOSIOLOGI SE INDONESIA

Serial merawat kelas #2 hadir kembali dengan diskusi daring mengambil tema ‘Cerita Guru: Sekolah Daring. Kegiatan ini diselenggarakan Selasa (14/04) diinisiasi oleh dua dosen pendidikan sosiologi, Nur Endah Januarti dan Grendi Hendrastomo. Diskusi ini dibersamai oleh 2 guru muda yang juga merupakan alumni Pendidikan Sosiologi UNY, yaitu Astri Testiningtyas Firman, Guru SMA Maitreyawira, Batam dan Ibrahim Yazdi, Guru SMA N 1 Kramat, Tegal. Diskusi ini juga diikuti oleh guru-guru dari berbagai daerah di Indonesia mulai dari Medan, Jakarta sampai Semarang.

Pada pengantarnya, Endah selaku inisiator menuturkan bahwa diskusi ini merupakan forum untuk mempertemukan cerita guru selama mengajar daring sehingga bisa berbagi pengalaman dan solusi menghadapi tantangan pembelajaran daring. Nantinya guru-guru dapat mengambil pengalaman itu sebagai solusi dan untuk berinovasi dalam pembelajaran daring. Bisa jadi pengalaman dan cara belajar dari di satu SMA menjadi solusi atas permasalah belajar daring di SMA yang lain, tambah Endah.

Pada sesi cerita guru, Astri menceritakan bagaimana guru harus kreatif supaya siswa merasa nyaman belajar. Menurut Astri, yang dilakukan adalah memberi tantangan ke siswa, misalnya dengan memanfaatkan Instagram untuk membuat social campaign. Astri juga menggunakan beragam aplikasi seperti google classroom, dan yang lebih penting, perlu untuk melihat ‘traffic’ guru lain sehingga siswa tidak merasa terbebani. Biasanya saya melakukan pembelajaran daring sesuai dengan jadwal mata pelajaran, tambahnya.

Sedangkan Yazdi, memberikan gambaran pembelajaran daring didaerah dimana sinyal dan kuota menjadi masalah. Yazdi mengatakan bahwa pada akhirnya yang paling mudah menggunakan whatapp selain juga kadang menggunakan google classroom dan media sosial lainnya. Poin penting yang dikatakan Yazdi adalah membangun komunikasi via daring dengan bahasa-bahasa yang biasa digunakan siswa. Biasanya saya menggunakan kode-kode emotikon dan bahasa non formal sekaligus mengajak becanda siswa, tutur Yazdi.

Berbagai pengalaman mengajar selama learning from home menjadi santapan diskusi yang menarik, termasuk pikiran kritis guru untuk tetap memikirkan aspek afektif dan psikomotorik ditengan dominasi aspek kognitif dalam pembelajaran daring. Guru tetap harus berupaya untuk memberikan dan mendorong munculnya sisi afektif dan psikomotorik siswa, salah satunya dengan memberikan refleksi secara personal, memastikan jam pembelajaran daring tepat waktu, dan memberi penugasan/kegiatan yang mendorong siswa berempati pada keadaan di sekitarnya.

Di sesi akhir diskusi, Endah selaku pengagas acara kembali memberikan motivasi kepada guru untuk tetap berinovasi dan meminta guru selalu berkolaborasi dengan perguruan tinggi. Endah mengatakan kendala guru perlu dipecahkan salah satunya dengan mengoptimalkan peran perguruan tinggi untuk melatih guru, mengajarkan strategi pembelajaran daring dan memberikan penguatan materi yang dapat dilakukan melalui model video conference/webinar. Tak lupa Endah menuturkan bahwa masukan dari guru akan di follow up melalui Asosiasi Profesi Pendidik dan Peneliti Sosiologi Indonesia (AP3SI) dan Asosiasi Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi Indonesia (APPSANTI) dalam kegiatan ‘serial merawat kelas #3 – Respon Asosiasi: Tantangan Pembelajaran Daring’.