PROGRAM PENDAMPINGAN SMK : MENDAMPINGI DAN BERBAGI

Ria Arista tak pernah sekalipun membayangkan akan menginjakkan kaki di tanah Lombok. Tiba di kecamatan Praya Tengah, Lombok Tengah pada Januari, ia disuguhi dengan nuansa pedesaan yang penuh dengan pepohonan rindang. Ia dapat menikmati indahnya hamparan pantai Pulau Lombok, yang menurutnya lebih indah dari pantai di Pulau Dewata. “Pantainya sangat memukau. Banyak wisatawan dari dalam dan luar negeri yang datang”, ungkapnya.
Keunikan tradisi pun menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa jurusan Pendidikan Administrasi dan Perkantoran (ADP) ini. Ia terkesan sekaligus heran, dengan tradisi pernikahan masyarakat Praya Tengah yang unik. “Tradisi disini masih sangatlah kental. Bahkan unik untuk diperbincangkan. Contohnya adat pernikahan dengan adanya “nyongkolan dan nyulik”. Selain itu dalam bulan Februari akan adan acara “bounyale” yang di lakukan setahun sekali”, ujar mahasiswa angkatan 2007 ini.
Keindahan bentangan alam dan keunikan tradisi hanyalah secuil kesan yang didapat Ria. Murid-murid yang bandel dan kendala bahasa –sebagian besar menggunakan bahasa sasak- menjadi tantangan terbesarnya. Ya, ia berada di Lombok memang bukan untuk bertamasya, tetapi dalam rangka program Pendampingan SMK yang telah digulirkan beberapa waktu lalu.
Berbagi inspirasi
Ria akan berada di Praya Tengah selama empat bulan, dan bertugas untuk mendampingi SMK 1 Praya Tengah. Sekolah paling tua di Praya Tengah. Mengajar merupakan menu wajib yang harus ia jalani. Di ruang kelas itu, ia berubah dari sosok yang lembut menjadi “agak keras”. Hal itu dilakukan untuk mengatasi kebandelan anak didiknya. “Saya  mesti bersuara keras untuk mengatasi mereka, padahal volume saya tidak bisa keras. Sampai suara saya habis pun mereka tak hiraukan”, ujarnya. Memang kondisi murid disana sangat berbeda dengan di Yogya.
Tetapi itu hanya di awal. Lambat laun para murid pun mulai bisa diatur. Ketika para murid sedang ramai, maka Ria meminta salah satu murid untuk mengingatkan teman-temannya yang lain. Strategi ini terbukti efektif.
Menjadi “guru” di SMK 1 Praya Tengah merupakan pengalaman luar biasa bagi Ria, yang barangkali tak pernah ia impikan. Ia mendapatkan berbagai hal dan pengalaman baru, serta tantangan baru. Semua hal itu membuatnya semakin dewasa.
Senada dengan Ria, Khaniatul Maslakhah juga memetik banyak pelajaran dari program Pendampingan SMK ini. Ditempatkan di SMK Negeri 3 Sumbawa, sebuah tempat yang tak pernah sekalipun ia bayangkan untuk dikunjugi, Nia –begitu ia biasa dipanggil- merasa mendapatkan “keluarga” baru. “Nuansa kekeluargaan terasa begitu kuat di SMK 3 ini”, ungkapnya.
 Selama mengajar pun, Nia berusaha tidak hanya sekadar menyampaikan materi. Tidak semata transfer of knowledge, tetapi juga berbagi inspirasi dan motivasi. “Harapannya banyak anak-anak Sumbawa yang melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi”, ujar mahasiswa angkatan 2007 ini.
Program pendampingan SMK ini merupakan kerja sama antara pemda setempat dengan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Berlangsung selama empat bulan dan dengan kontrak sekitar Rp. 1.200.000/bulan. Uang bukanlah alasan utama bagi mereka yang mengikuti program ini. Kebanyakan untuk meraih pengalaman dan tantangan baru, serta mengabdikan ilmu di mana saja. “Dimana saja kita berada, kita harus mampu membagi ilmu yang telah didapat”, ujar Nia, yang pernah menjabat sebagai sekretaris BEM FISE UNY tahun 2009.
Tahun ini sekitar sembilan mahasiswa FISE UNY mengikuti program ini. Mereka tersebar di Boyolali, Nusa Tenggara, hingga Kalimantan. Hal ini membuktikan bahwa pengabdian mahasiswa UNY menjangkau seluruh nusantara. [triyanto]